Social commerce semakin erat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pengguna media sosial. Kemudahan yang ditawarkan belanja dari media sosial membuat social commerce semakin digemari dari waktu ke waktu.
Di Indonesia dan Asia Tenggara, bermunculan pula startup social commerce yang menyediakan ragam barang dan jasa tergantung pasar yang dituju. Untuk media sosial, pasar yang ditargetkan biasanya bergantung kepada jenis pengguna media sosial, misalnya dari Gen Z dan milenial untuk Instagram dan remaja untuk TikTok.
Social commerce sendiri merupakan praktik jual beli barang atau jasa yang dilakukan melalui media sosial. Saat membuka media sosial, pengguna bisa berinteraksi dengan pengguna lain sembari mencari produk incarannya.
Lalu apa saja contoh social commerce di Indonesia dan Asia Tenggara? Simak daftar selengkapnya berikut ini.
Baca Juga: Apa Itu Social Commerce? Ini Pengertian dan Kelebihannya
1. Evermos
Selanjutnya ada Evermos, social commerce reseller yang menjual berbagai macam produk-produk Muslim Indonesia. Evermos mengklaim telah berkolaborasi dengan brand-brand terpercaya membangun channel penjualan terbesar dan membuka peluang bisnis reseller untuk menjual berbagai macam produk muslim di Indonesia.
Evermos sendiri merupakan singkatan dari Everyday Need for Every Moslem dan memiliki visi dan misi membantu pelaku bisnis kecil dan perorangan untuk bersaing dengan perusahaan yang sudah lebih besar dan maju.
Startup social commerce yang didirikan oleh Ghufron Mustaqim dkk pada tahun 2018 ini membangun dua unit bisnis baru pada awal tahun 2022, yaitu Everpro dan Mofasa. Everpro merupakan Platform yang memberikan layanan lengkap bagi para pebisnis online untuk dapat memperluas pasar, mengelola order, dan mengirim paket dengan sistem yang terintegrasi.
Sementara itu Mofasa merupakan Platform bagi para pebisnis yang ingin mengembangkan penjualannya melalui sistem pengelolaan agen dan reseller yang terintegrasi dan terdigitalisasi.
2. Aemi
Aemi merupakan social commerce B2B berbasis di Vietnam. Aemi berfokus untuk memberdayakan penjual skala kecil (semacam UMKM) yang berjualan di media sosial untuk memaksimalkan profit. Caranya adalah dengan membantu sortir produk, membuat inventori, dan juga menyediakan marketing tools untuk para penjual.
Dari penjual skala kecil, Aemi bisa mendapatkan produk-produk original dan bergaransi. Platform ini masih baru, berdiri pada April 2022. Hanya tiga bulan sejak peluncurannya, Aemi berhasil menggaet sekitar seribu merchants, termasuk brand besar seperti La Roche-Posay, Paula’s Choice, dan Skin1004.
Untuk sementara, Aemi berfokus kepada produk-produk kecantikan dan kesehatan, serta membantu mereka mengembangkan bisnis bahkan ekspansi. Dari strategi tersebut, Aemi berencana untuk melakukan ekspansi ke Asia Tenggara, di mana social commerce masih memegang porsi besar dari keseluruhan transaksi e-commerce.
Baca Juga: 9 Jenis Startup yang Berkembang di Indonesia
3. Raena
Raena adalah platform social commerce dropship produk kecantikan. Didirikan oleh Sreejita Deb pada tahun 2018, Raena awalnya bernama The Creator Co dan baru berubah nama menjadi Raena pada tahun 2019.
Raena sejak awal menargetkan pasar di Indonesia lantaran pengguna Instagram yang berjenis kelamin wanita sangat tinggi.
Jika awalnya Raena mengembangkan merek original dengan influencer, kini Raena lebih fokus untuk menyediakan produk kecantikan dan perawatan kulit dari Korea Selatan, Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat ke reseller yang terdiri dari mahasiswa, ibu rumah tangga, dan lain-lain yang ingin menambah penghasilan dari berjualan online.
Raena menawarkan solusi bagi tiga masalah utama yang biasa dihadapi para reseller eceran, yaitu meningkatkan akses ke produsen, harga yang kompetitif, dan kemudahan distribusi.
4. SUPER
SUPER adalah social commerce berbasis di Indonesia yang berfokus merekrut agen dan reseller di wilayah terpencil. Hingga Januari 2022, aplikasi ini telah membangun jaringan agen untuk mendistribusikan sembako dan barang kebutuhan pokok di 28 kota di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Aplikasi yang didirikan oleh Steven Wongsoredjo ini telah meraih sertifikasi ISO 9001:2015 sehingga diakui memiliki tata kelola dan manajemen kualitas yang baik. Sejak awal didirikan, SUPER memiliki visi misi membangun jaringan logistik berbiaya rendah dan memfasilitasi komunikasi antara agen dengan pembeli melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp.
Super mengklaim diri sebagai jaringan agen yang mendistribusikan sembako dan barang kebutuhan pokok di kota kecil dan di daerah pelosok. Visinya adalah memberdayakan muda mudi di daerah untuk menjadi wirausahawan mandiri dengan menjadi Super Agen. Super juga membantu komunitas di daerah untuk mendapatkan sembako dengan harga terjangkau.
Baca Juga: Jenis-Jenis Bisnis yang Harus Anda Tahu
5. Credimart
Credimart adalah platform digital besutan Credibook yang memiliki visi dan misi menghubungkan warung-warung kecil dengan supplier. Supplier bisa mendapatkan pelanggan melalui Credimart.
Sebaliknya, UMKM juga lebih mudah memperoleh barang usaha. Hingga Juni 2022, Credimart tersedia di 40 kota di Indonesia dan telah menyebar ke Bali dan Nusa Tenggara.
CrediMart menyediakan tiga dukungan utama untuk memberdayakan toko grosir konvensional, yaitu kapasitas digital yang memudahkan toko grosir konvensional menerima pesanan dan memanajemen stok dagang, meningkatkan pelanggan ritel baru secara online, dan juga meningkatkan kenyamanan berbelanja secara grosir; dukungan logistik yaitu pengambilan dan pengantaran barang dari toko grosir ke peritel; dan fleksibilitas pembayaran, misalnya opsi pembayaran dengan metode tempo untuk toko-toko yang modalnya terbatas.
Nah itu dia contoh-contoh social commerce yang ada di Indonesia dan Asia Tenggara. Ternyata, ada banyak jenis social commerce, mulai dari yang bergerak di bidang kesehatan dan kecantikan sampai sembako di pelosok daerah. Adakah di antara social commerce di atas yang pernah Anda manfaatkan layanannya dan bagaimana penilaiannya?